PKL sebagai Pendukung Perekonomian Kota: Antara Pengembangan PKL, Penataan & Penggusuran
REKOMENDASI DEWAN KOTA SURABAYA BAGI PENATAAN PKL DI KOTA SURABAYA
Tempat: di Ruang Pertemuan Lantai 2 Dinas Koperasi & Sektor Informal Kota Surabaya, jalan Gayungsari No.1, Surabaya.
Waktu: pukul 13.00 -16.30
Narasumber: 1. Rasdian Awang (Sekretaris Kampoeng Ilmu – PKL Buku jalan Semarang, surabaya), 2. Hadi Mulyono (Dinas Koperasi & Sektor Informal Kota Surabaya), 3. Yustamadji (Kabid Ekonomi, Bappeko Surabaya).
Moderator: M. Farid Fauzi (PUPUK)
Rekomendasi:
1. Kalau sektor informal & Pedagang Kaki Lima (PKL) dianggap sebagai pendukung pembangunan ekonomi kota, maka sudah selayaknya bila mereka diberdayakan, dikembangkan dan ditata sebagai bagian yang harmonis dalam pembangunan kota secara komprehensif. PKL bisa menjadi identitas ekonomi, sosial budaya kota dan menjadi tujuan wisata sebagaimana dikembangkan di Yogyakarta dengan penataan PKL Malioboro.
2. Bagaimana dapat terwujud penataan PKL secara komprehensif? Semuanya terpulang dari paradigma yang digunakan oleh pemerintah kota Surabaya dalam pembangunan sektor informal & PKL, apakah menempatkan mereka sebagai potensi ekonomi kota atau dianggap sebagai masalah kota.
3. Penggusuran PKL yang dilakukan tanpa solusi bahkan dengan cara kekerasan tidak memecahkan masalah dan karenanya harus dihentikan. Karena tidak menyelesaikan masalah bahkan akan memicu konflik dan kekerasan. Perlu pembinaan dan pengawasan terhadap petugas Satpol PP yang menertibkan PKL, agar tidak sewenang-wenang dalam menjalankan tugasnya.
4. Penataan PKL merupakan tanggung jawab Pemerintah untuk melibatkan para stakeholders kota melakukan penataan PKL yang ada di seluruh wilayah kota Surabaya. Penataan hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik kluster PKL. Pemerintah Kota Surabaya dapat mengembangkan Model Penataan PKL secara spesifik: seperti PKL buku, PKL buah, PKL sekitar mal, dst.
5. Penataan PKL bukan hanya menjadi tanggung jawab satu Dinas saja seperti dinas Koperasi & Sektor Informal. Penataan PKL membutuhkan koordinasi & sinergi antar dinas/instansi terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan, Satpol PP, Dinas Pariwisata, dll. Mendorong agar penataan PKL secara terpadu melalui model-model penataan secara spesifik dapat dilaksanakan secara sungguh-sungguh dengan melibatkan dinas/instansi yang terkait.
6. Penataan PKL juga membutuhkan peran serta masyarakat (LSM, Swasta, Perguruan Tinggi, dll). LSM seperti PUPUK memberi bantuan dalam pengembangan maupun penguatan organisasi PKL. Perguruan Tinggi dapat memberi bantuan berupa: kajian, penyuluhan kesehatan, pembuatan desain gerobak/tenda, dll. Pihak Swasta dapat menyediakan lahan atau anggaran corporate social responsibility (CSR) untuk pengembangan model penataan PKL di wilayah yang dekat tempat usaha mereka.
7. Perlu kejelasan komitmen pemerintah kota dalam penataan PKL. Kesan bahwa pemerintah kota lebih mengutamakan menjaga ketertiban kota daripada pemberdayaan dan menata PKL harus dapat ditepis dengan program yang nyata untuk memberdayakan PKL sebagaimana amanah Perda Penataan & Pemberdayaan PKL.
8. Agar penataan PKL menjadi kesatuan dalam penataan tata ruang kota. Ijin mendirikan bangunan yang berpotensi untuk menghadirkan banyak orang seperti Mal, kampus, rumahsakit, stadion, terminal, dan masih banyak lagi yang lain harus memasukkan fasilitas untuk PKL sebagai bagian dari fasilitas yang harus diadakan oleh pihak pengelola tempat tersebut.
9. Agar penataan PKL dijalankan sebagai bagian dari upaya merevitalisasi pasar tradisional. Tujuannya agar PKL dan pasar tradisional dapat saling menghidupi, dan eksistensi pasar tradisional tidak hilang ditelan pasar-pasar modern yang sebagian besar adalah milik pengusaha asing.
10. Agar kepedulian sosial para pengusaha dan pengelola pusat-pusat perbelanjaan dalam penataan PKL ditingkatkan dan dikoordinasikan secara transparan sehingga kontribusi mereka dapat diketahui, diakses bagi yang membutuhkan. Pemerintah dapat mengkoordinasikan Corporate Social Responsibility (CSR) pengelola pusat perbelanjaan untuk penataan PKL.
11. Perlu ada pengawasan sekaligus sanksi yang ketat terhadap kewajiban pengusaha pusat perbelanjaan untuk membangun fasilitas sarana-prasarana wajib seperti pengelohan sampah, parkir yang cukup dan aman, serta fasilitas bagi PKL.
12. Agar Penataan PKL dilaksanakan sebagai bagian dari pembangunan budaya Suroboyo, dengan mendorong pengembangan PKL yang bernuansa budaya Suroboyo. Antara lain dengan mengembangkan PKL yang menjual makanan khas Suroboyo, kerajinan/souvenir dengan berbahan dasar lokal seperti kerajinan dari kulit kerang, enceng gondok, dll.
13. Agar penataan PKL dikaitkan dengan penataan Kampung. Kampung-kampung yang masih menyisahkan ciri Suroboyo-an seperti daerah Peneleh, Plampitan, Kedungdoro, harus dipertahankan ciri khasnya dan dinyatakan sebagai cagar budaya sebagaimana daerah Condet di Jakarta. Penataan PKL di daerah tersebut dapat dilaksanakan sebagai satu paket wisata kampung Suroboyo. Desain gerobak/tenda, juga komoditi yang dijual dapat disesuaikan dengan tujuan pengembangan kampung tersebut.
14. Mendorong pengembangan PKL buah-buahan musiman seperti durian, mangga, rambutan, jeruk Bali, agar dapat tampil lebih menarik dan memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Antara lain dengan mengadakan lomba dan bazar makanan olahan berbahan dasar buah-buahan yang sedang musim. Tujuan agar dapat mendorong peluang usaha baru berbahan dasar buah-buahan yang sedang musim. Misalnya, dengan menggelar ”festival es puter dan es lilin” berbahan buah durian atau mangga. Berbagai aktivitas yang diharapkan akan mendorong peluang usaha yang tidak hanya menjual buah secara utuh, namun juga menjual makanan/minuman berbahan dasar buah yang sedang musim tersebut.
15. Berbagai kegiatan kreatif pengembangan PKL buah-buahan musiman tersebut tersebut diharapkan sekaligus mendorong pengembangan kampong Surabaya sebagai tujuan wisata, misalnya: menyelenggarakan kegiatan Festival Makanan/Minuman berbahan dasar buah-buahan yang sedang musim di Kampung Peneleh dengan nama ”Festival Buah Peneleh”, mengingat di daerah ini merupakan pasar pusat penjualan buah. Atau dapat juga membuat ”Festival Durian Widodaren”, mengingat daerah tersebut banyak PKL durian, dan masih banyak lagi yang bisa dikembangkan.
Rabu, 29 September 2010
Langganan:
Postingan (Atom)