Sabtu, 09 Oktober 2010

TUGAS SOFTSKILL EKONOMI KOPERASI

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN KOPERASI

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan peternakan mengemban misi penyediaan pangan hasil
ternak yang berkualitas, meningkatkan pendapatan peternak dan menyediakan
lapangan kerja dengan memanfaatkan sumberdaya peternakan secara optimal.
Propinsi Jawa Barat merupakan daerah yang berpotensi untuk pengembangan
peternakan karena selain iklim dan topografinya yang mendukung juga dekat
dengan pusat pemasaran hasil ternak. Salah satu komoditas peternakan Propinsi
Jawa Barat yang menjadi unggulan adalah komoditas sapi perah.
Usaha peternakan sapi perah di Propinsi Jawa Barat terbagi menjadi dua
tipe usaha, yaitu usaha peternakan rakyat dan industri peternakan. Saat ini
sebagian besar usaha peternakan sapi perah dikelola oleh peternakan sapi perah
rakyat dengan skala kepemilikan ternak yang relatif kecil. Selain itu, tingkat
produktivitas dari usaha peternakan rakyat relatif masih rendah yang disebakan
oleh faktor manajemen, pemberian pakan, dan perbibitan yang relatif masih
rendah.
Seiring dengan digulirkannya ekonomi kerakyatan dan optimalisasi
sumberdaya lokal, peternakan rakyat harus mampu bangkit dan menjadi usaha
yang tangguh dan mandiri. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan produktivitas
dan efisiensi usaha peternakan melalui peningkatan keterampilan teknis,
manajemen usaha dan penguasaan teknologi serta penyempurnaan
kelembagaan secara keseluruhan.
Peningkatan produktivitas ternak dilaksanakan melalui peningkatan skala
usaha yang diikuti oleh penggunaan alat dan mesin (alsin) yang tepat guna agar
pencapaian tujuan peningkatan produksi dapat tercapai. Penggunaan alsinnak
untuk usaha peternakan sapi perah, diperlukan dalam semua proses produksi,
yaitu pra produksi, produksi, panen, pasca panen (pengolahan hasil), dan
distribusi. Akan tetapi, penggunaan alsin pada usaha peternakan rakyat masih
sangat terbatas. Di samping itu, penggunaan alsin tersebut berdampak pada
besarnya biaya yang harus dikeluarkan peternak untuk pembelian alsin tersebut
sehingga menyebabkan peternak cenderung lebih menyukai peralatan yang
sederhana yang tidak mengeluarkan biaya yang besar.
Seperti kita ketahui bahwa tujuan penggunaan alsin adalah untuk efisien
usaha dan meningkatan produktivitas sekaligus pendapatan peternak, maka perlu
diupayakan suatu kelembagaan usaha yang dapat memberikan pelayanan alsin
dalam bentuk Unit Pelayanan Jasa dan Alat Mesin (UPJA) dengan biaya yang
dapat dijangkau oleh peternak atau kelompok peternak dengan tidak mengurangi
efisiensi alsin tersebut. Namun sampai saat ini pelayanan jasa tersebut masih
beragam, oleh karena itu diperlukan metode dan sistem atau model yang tepat,
lebih efektif dan efisien.
Salah satu upaya untuk mengetahui hal tersebut, maka Dinas Peternakan
Propinsi Jawa Barat bekerjasama dengan Fakultas Peternakan Universtitas
Padjadjaran akan melaksanakan kajian tentang Pengembangan Model UPJA
Alsinnak (Unit Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Peternakan) di Jawa Barat, pada
usaha peternakan sapi perah.
1.2. Masalah
Permasalahan yang dapat diidentifikasi untuk UPJA Alsinnak ini adalah
bagaimana metode dan sistem atau model UPJA yang tepat dan efisien serta
sesuai bagi kelompok peternak di Jawa Barat khususnya untuk komoditas sapi
perah.
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud pengkajian ini adalah untuk menghasilkan rumusan
pengembangan UPJA Peternakan komoditi sapi perah di Jawa Barat. Adapun
tujuannya adalah:
1. Dihasilkannya rumusan model Unit Pelayanan Jasa Alsin Sapi Perah di Jawa
Barat
2. Memberikan gambaran mengenai Unit Pelayanan Jasa Alsin Sapi Perah yang
sesuai bagi kelompok peternak.
1.4. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan kajian pengembangan Model UPJA peternakan
sapi perah meliputi kegiatan pengamatan, pemantauan, masukan dari pihak
terkait, yaitu universitas, KTNA, industri pengolahan susu, distributor alsin dan
bengkel yang mendukung pembangunan peternakan. Selain itu, diharapkan juga
dapat membantu menciptakan rekomendasi kebijakan dalam memecahkan
masalah bidang usaha peternakan yang lebih efisien dan efektif paa
pembangunan agribisnis.
1.5. Keluaran yang Dihasilkan
Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah didapatkannya
rekomendasi, masukan dan saran untuk pembentukan Model UPJA peternakan
sapi perah yang sesuai bagi KUD dan kelompok peternak sapi perah sehingga
efisiensi penggunaan alsin dapat terlaksana dengan biaya yang terjangkau oleh
peternak. II
KERANGKA PEMIKIRAN
Kebijakan pemerintah Kabinet Gotong Royong membangun sistem dan
usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan berkelanjutan dan
desentralisasi, mekanisasi dan intensifikasi pertanian termasuk peternakan masih
mutlak diperlukan. Pada dasarnya kebijakan tersebut mengkondisikan terjadinya
sinergi antar segmen agribisnis dalam suatu sistem agribisnis yang pada
gilirannya akan memberikan pengaruh yang signifikan bagi peningkatan
kesejahteraan masarakat perdesaan.
Sebagai core bisnis andalah Jawa Barat, keberhasilan pembangunan
usaha peternakan sapi perah akan berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi
regional. Oleh karena itu pengembangan komoditas sapi perah harus mampu
menghasilkan komoditas yang unggul, baik keunggulan komparatif maupun
kompetitif. Potensi untuk meraih keunggulan tersebut sudah tersedia, terutama
dukungan berasal dari endowment factor yaitu sumberdaya lokal (local resources
base) dan sumberdaya manusia (human resources).
Sistem agribisnis pada komoditas sapi perah dibangun berdasarkan
sistem vertical integration, yaitu antar pelaku agribisnis satu sama lain saling
tergantung pada produk susu. Produksi susu hasil peternakan rakyat sebagian
besar disalurkan ke Koperasi/KUD persusuan yang kemudian di pasarkan kepada
Industri Pengolah Susu. Koperasi memberikan pelayanan kepada peternak
sebagai anggotanya, berupa pemasaran hasil produksinya juga melayani
kebutuhan konsentrat, obat-obatan, IB, memberikan fasilitas penyaluran kredit,
dan memberikan pelayanan penyuluhan.
Pada kenyataannya usaha peternakan sapi perah rakyat ini dihadapkan
dalam dua masalah besar, yaitu masalah zooteknik dalam menghadapi pasar
global serta masalah kelembagaan sosial ekonomi yang kurang mendukung
terhadap kinerja usahanya. Kedua aspek tersebut, seperti lingkaran setan yang
saling berkaitan sehingga mengakibatkan perkembangan usaha peternakan
rakyat dalam kurun waktu dua puluh tahun ini seperti jalan di tempat.
bisnis persusuan di Jawa Barat tidak akan berhasil sebagaimana yang
diharapkan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa usaha peternakan sapi perah rakyat di
Propinsi Jawa Barat lebih mendominasi daripada industri peternakan, sehingga
peningkatan produktivitas dan produksi menjadi tunjuan utama bagi peternak.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas dari usaha
peternakan rakyat adalah melalui penggunaan alat dan mesin peternakan
(Alsinnak). Pemanfaatan Alsinnak secara intensif telah dapat diwujudkan pada
tingkat usaha yang bercorak industri. Pada peternakan rakyat yang umumnya
masih bersifat sambilan dengan skala usaha yang relatif kecil, Alsinnak belum
intensif pemanfaatannya. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya biaya yang
harus dikeluarkan peternak untuk penggunaan Alsinnak tersebut. Oleh karena itu,
para peternak lebih banyak menggunakan peralatan yang sederhana dan
tradisional karena tidak memakan biaya besar.
Salah satu terobosan untuk menerapkan mekanisasi pada peternakan
rakyat adalah dengan peunumbuhan dan pengembangan usaha jasa Alsinnak
melalui menumbuh kembangkan kelembagaan UPJA serta kelembagaan terkait
dalam pengembangan Alsinnak tersebut. UPJA Peternakan didefinisikan sebagai
perorangan atau kelompok yang usahanya menyewakan alat dan mesin
peternakan dengan tujuan mendapat penghasilan dan keuntungan
Ilustrasi II-2. Skema Sistem Kelembagaan Terkait Dalam
Pengembangan UPJA Alsinnak
Secara khusus arah pengembangan dari UPJA Peternakan adalah untuk
meningkatkan peran swasta dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
Alsinnak dan menumbuhkan serta memperkuat kelembagaan terkait lainnya. Di
dalam sistem UPJA Alsinnak terdapat lima subsistem yang membentuk hubungan
kemitraan dan berinteraksi satu sama lainnya. Sebetulnya bila
dikaitkan dengan usaha peternakan sapi perah, ke lima subsistem tersebut telah
terbangun, tinggal mengkondisikan agar ke lima subsistem tersebut berinteraksi
satu sama lain. Seperti yang telah dijelaskan dimuka bahwa kelima subsistem
dapat berjalan dengan baik bila terjadi interaksi diantara kelima subsistem
tersebut. Interaksi dapat terjadi apabila ada saling ketergantungan dan kebutuhan
antara kelima subsistem tersebut.

III
METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pendekatan
Inovasi UPJA Alsinnak pada komoditas peternakan sapi perah masih perlu
dikaji kembali terutama apakah keberadaan UPJA Alsinnak tersebut dapat
memberikan nilai manfaat bagi para peternak atau tidak. Selain itu, kajian ini
diperlukan untuk mengetahui tingkat kebutuhan peternak terhadap penggunaan
Alsinnak dan model UPJA Alsinnak yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
dari para peternak.
Analisa Hasil
Perumusan
Rekomendasi
Kerangka pendekatan untuk kegiatan ini dimulai dari studi pustaka yang
berkaitan dengan program bantuan terhadap pengadaan peralatan dan mesin
peternakan untuk budidaya sapi perah. Studi ini diperlukan sebagai bahan
pembanding untuk menentukan model atau kondisi alsin yang diperlukan oleh
peternak sapi perah. Kemudian dilakukan survei terhadap lokasi terpilih dengan
reponden, yaitu lembaga KUD dan kelompok peternak guna memperoleh
informasi terhadap penggunaan alsin yang sedang atau sedang dilaksanakan.
Selanjutnya dilakukan analisa terhadap hasil survei guna memperoleh
rekomendasi model UPJA yang terbaik bagi usaha peternakan sapi perah.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam kegiatan studi ini terdiri dari data primer dan data
sekunder baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data sekunder diperoleh
dari Dinas Peternakan Propinsi dan Dinas atau Sub Dinas Peternakan Kabupaten
serta data-data lain yang berkaitan dengan kegiatan UPJA Alsinnak. Sedangkan
data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lokasi terpilih untuk
kepentingan justifikasi dan validasi. Data primer tersebut diperoleh dari hasil
pelaksanaan survei dengan menggunakan kuesioner, focus group discussion, dan
depth interview (wawancara mendalam) terhadap target sasaran.
3.3. Objek Kajian
Objek kajian dari penelitian ini adalah kelompok peternak pengguna
Alsinnak pada usaha sapi perah. Selain itu, kajian dilakukan terhadap lembaga
atau stakeholder yang terkait dengan pengembangan sistem UPJA Alsinnak,
seperti KUD.
3.4. Pemilihan Lokasi Kajian
Lokasi kabupaten yang dipilih adalah wilayah pengembangan ternak sapi
perah di Jawa Barat dengan jumlah populasi ternak yang terbesar. Adapun KUD
dan kelompok peternak yang dijadikan sampel dipilih secara sengaja per
kabupatennya. Lokasi-lokasi yang menjadi objek kajian adalah Kabupaten Bogor
(KUD Giri Tani dan KPS Bogor), Kabupaten Sukabumi (KPS Gunung Gede),
Kabupaten Kuningan (KUD Dewi Sri dan KUD Karya Nugraha), Kabupaten
Bandung (KPBS dan KPSBU), Kabupaten Sumedang (KUD Tanjungsari), dan
Kabupaten Garut (KUD Bayongbong dan KUD Cikajang).
3.5. Penentuan Responden
Penentuan sampel responden berdasarkan pertimbangan, yaitu di mana
responden yang menjadi objek penelitian adalah responden atau kelompok
peternak yang menjadi anggota KUD dan pengurus dari KUD. Teknik yang
dilakukan untuk memperoleh data dari responden peternak tersebut dilakukan
wawancara dengan menggunakan bantuan kuesioner, focus group discussion,
dan wawancara mendalam (depth interview). Wawancara mendalam dilakukan
untuk memperoleh informasi yang lebih detail terhadap kebutuhan peternak atau
kelompok ternak terhadap alsin. Selain itu, wawancara mendalam juga dilakukan
terhadap pengurus KUD untuk melihat upaya-upaya yang dilakukan untuk dalam
meningkatkan produktivitas anggotanya terutama dalam penggunaan alsin.

IV
KONSEP DASAR UPJA PETERNAKAN SAPI PERAH
4.1. Konsep Program
Secara umum kosep dasar dari Unit Pelayanan Jasa Alat dan Mesin
Peternakan (UPJA Peternakan) adalah sebagai perorangan atau kelompok yang
usahanya menyewaka alat dan mesin peternakan dengan tujuan mendapatkan
penghasilan dan keuntungan.Adapun status
UPJA Peternakan adalah sebagai lembaga ekonomi pedesaan di luar usahatani
yang melaksanakan upaya optimalisasi pemanfaatan alsin peternakan melalui
pelayanan jasa alsin peternakan guna mendapatkan keungtungan usaha yang
dikelola berdasarkan skala ekonomi, berorientasi pasar serta didukung oleh SDM
yang bekerja secara profesional. Secara umum arah penumbuhan dan
pengembangan UPJA Peternakan adalah untuk memberi dukungan bagi
pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan,
berkelanjutan dan desentralisasi melalui pembangunan sistem dan usaha
agribisnis peternakan yang diharapkan dapat mendorong usaha peternakan skala
kecil menjadi usaha yang bercorak industri. Secara khusus arah penumbuhan dan
pengembangan adalah untuk meningkatkan peran swasta dan partisipasi
masyarakat dalam pengembangan alsin peternakan yang diharapkan dapat
memberikan dampak bagi optimalisasi pemanfaatan alsin peternakan. Selain itu,
UPJA tersebut dapat mendorong penumbuhan dan perkuatan kelembagaan yang
terkait dengan UPJA Peternakan.
Penerapan konsep pengembangan alsin sapi perah berawal dari titik
permasalahan sebagai berikut, yaitu:

1. Skala usaha. Sebagian besar usaha peternakan sapi perah dikelola oleh
peternak rakyat dengan skala kepemilikan ternak yang relatif kecil. Selain itu,
pengelolaan usaha dilakukan secara tradisional sehingga kebersihan
lingkungan kandang dan peralatan sering kurang diperhatikan yang dapat
berdampak pada rendahnya kualitas susu.
2. Penerapan teknologi. Penguasaan dan penerapan teknologi dalam proses
penanganan susu, seperti penerapan alsin untuk penanganan, pengolahan,
pengemasan, distribusi, transportasi, dan pengolahan, belum mampu
dilakukan oleh peternakan rakyat. Peternakan rakyat hanya menangani
perlakuan sebelum pemerahan, waktu pemerahan, dan setelah pemerahan
sampai susu tersebut didistribusikan ke koperasi atau industri pengolah susu.
Oleh karena itu, tingkat hygienis dan sanitasi menjadi perhatian bagi
peternakan rakyat.
3. Penyediaan dan penerapan alat dan mesin. Sampai saat ini, penyediaan
dan pemanfaatan alsin pada usaha sapi perah rakyat masih sangat terbatas,
baik pada tingkat peternak, TPS, maupun KUD karena beberapa alsin yang
digunakan masih diimpor dari luar, seperti milk can, cooling unit, mesin
pemerah susu, dan sebagainya.
4. Jaringan Pemasaran dan Harga Susu. Selama ini, sebagian besar (95%)
pemasaran susu dari peternak masih tergantung pada koperasi dan koperasi
masih tergantung pada industri pengolahan susu. Pemasaran susu langsung
oleh peternak dan koperasi ke konsumen masih sangat terbatas, itupun hanya
pada segmen konsumen rumah tangga. Oleh karena itu, harga susu belum
dapat ditetapkan secara layak dan masih dikontrol oleh industri pengolahan
susu. Kesempatan untuk melakukan pemasaran langsung oleh peternak dan
koperasi ke konsumen sebenarnya masih terbuka lebar karena industri
-

pengolahan susu masih mengandalkan susu impor. Oleh karena itu perbaikan
kualitas susu dari peternak menjadi syarat utama agar susunya dapat
bersaing dengan susu impor.
5. Pembiayaan. Peternak masih kesulitan mendapatkan akses pendanaan
melalui kredit ke perbankan karena belum adanya kepercayaan dari
perbankan kepada peternak dalam hal pengembalian dana pinjaman.


4.2. Kelembagaan UPJA
Sistem UPJA Peternakan Sapi Perah terdapat lima subsistem yang
membentuk hubungan kemitraan yang saling berinteraksi satu sama lainnya
(seperti terlihat pada Ilustrasi II-2 bab sebelumnya). Kelembagaan masing-masing
subsistem tersebut adalah sebagai berikut:
1. Subsistem unit pelayanan jasa alsin peternakan (UPJA). Kelembagaan ini
yang menyediakan dan memberikan pelayanan alsin bagi pengguna, seperti
koperasi.
2. Subsistem penyediaan alsin peternakan. Kelembagaan ini berfungsi sebagai
penyedia alsin peternakan, suku cadang, dan jasa perbaikan kepada
subsistem unit pelayanan jasa alsin, seperti produsen alsin, perbengkelan,
dan penyalur alsin.
3. Subsistem pengguna jasa alsin. Kelembagaan ini berfungsi sebagai
pengguna atau pemakai alsin yang dapat dioptimalkan untuk peningkatan
produksi dan kualitas produknya. Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui
kerjasama dengan UPJA secara kelompok.
4. Subsistem permodalan. Kelembagaan ini berperan sebagai penyedia modal
bagi seluruh subsistem UPJA, seperti perbankan, dan lembaga non
perbankan.
5. Subsistem pembinaan dan pengendalian. Kelembagaan ini berperan dalam
membina dan mengendalikan subsistem yang telah terbentuk agar kegiatan
dalam seluruh subsistem tersebut dapat berjalan sesuai dengan fungsinya
masing-masing. Dalam hal ini lembaga yang berperan dalam subsistem ini
adalah aparatur pemerintah dari pusat sampai daerah, terutama dinas
peternakan dan instansi lainnya yang terkait.


Diharapkan kelembagaan yang dibangun tersebut di atas dapat meningkatkan
usaha peternakan sapi perah rakyat yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kualitas susu dan nilai tambah pendapatan.
4.3. Mekanisme Pelaksanaan
Penerapan alsin sapi perah diharapkan dapat mengoptimalisasikan
produksi dan produktivitas ternak serta dapat meningkatkan efisiensi dalam
usahaternak sapi perah. Sejalan dengan hal tersebut, upaya pengembangan alsin
sapi perah diharapkan dapat mendukung peningkatan pendapatan peternak dan
memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Berdasarkan kelembagaan yang telah terbentuk pada usahaternak sapi
perah, maka diharapkan optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan alsin pada
usahaternak sapi perah dapat berjalan dengan baik. Optimalisasi tersebut
diharapkan terjadi pada tingkat petani, TPS, dan KUD terutama dalam
penanganan susu. Lebih jauh lagi, upaya pemanfaatan dan kepemilikan alsin
diarahkan pada upaya kepemilikan kolektif/kelompok agar tingkat pelayanan
dapat dilakukan secara efisien.
Berdasarkan sumber permodalan dan investasi, pola pengembangan
UPJA sapi perah dapat dibagi menjadi 3 pola. Yaitu:
1. Pola swadaya masyarakat. Pola ini menitikberatkan pada sumber permodalan
dan investasi berasal dari masyarakat ataupun berdasarkan pinjaman dari
lembaga keuangan yang dilakukan oleh kelompok peternak. Pola ini
diharapkan lebih kuat dan mampu berkembang karena didasarkan pada
kebutuhan pada kelompok tersebut.
2. Pola kemitraan umum. Pola ini bercirikan pada sumber pendanaan dan
investasi berasal dari BUMN, koperasi atau lembaga lainnya yang
dikerjasamakan dengan peternak atau kelompok berdasarkan prinsip
kemitraan usaha. Bentuk kemitraannya dapat berbagai bentuk, misalnya
kemitraan pengadaan peralatan, kemitraan budidaya sapi perah, kemitraan
distribusi susu dan sebagainya.
3. Pola sewa beli. Ciri dari pola ini adalah sumber permodalan dan investasi
berasal dari pemerintah dengan memperhatikan perundang-undangan yang
berlaku. Pemerintah dapat berlaku sebagai penyedia alsin sapi perah dengan
maksud untuk mendorong percepatan mekanisasi usahaternak sapi perah,
meningkatkan produksi, meningkatkan keikutsertaan pihak ketiga dalam
pembangunan peternakan sapi perah dan peningkatan pendapatan dari pajak.

V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kondisi Umum Peternakan Sapi Perah di Jawa Barat
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara umum
keragaan Peternakan sapi perah seperti tampak dalam Tabel V-1. Pada tersebut
tampak bahwa populasi sapi perah tersebar hampir diseluruh Kabupaten/Kota di
Jawa Barat. Akan tetapi populasi terpadat terkonsentrasi di Kabupaten Bandung,
Garut, Bogor, Sukabumi, Sumedang, dan Kuningan. Daerah-daerah tersebut
merupakan sentra-sentra pengembangan sapi perah di Jawa Barat. Secara
keseluruhan terjadi peningkatan populasi sebesar 4,71 persen di Jawa Barat.
Perkembangan ini cukup menarik perhatian di mana setelah krisis ekonomi terjadi
banyak peternak yang ikut terpuruk akibat krisisi. Namun, kondisi tersebut dapat
kembali pulih dengan kembalinya usahaternak sapi perah. Pemulihan kondisi pun
tidak terlepas dari peran pemerintah, KUD, peternak, dan IPS yang sama-sama
melakukan kegiatan sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Saat ini sebagian besar usaha peternakan sapi perah dikelola oleh
peternakan sapi perah rakyat dengan skala usaha yang tidak ekonomis.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di Jawa Barat, skala usaha peternak sapi
perah adalah sekitar 5,8 ekor per unit usaha dengan kemampuan produksi sekitar
11,6 liter/ekor/hari.

Sistem Kerjasama Agribisnis Pada Usaha Peternakan Sapi Perah
Produksi susu hasil peternakan rakyat sebagian besar disalurkan ke
Koperasi /KUD persusuan yang kemudian di pasarkan kepada Industri Pengolah
Susu.Koperasi memberikan pelayanan kepada peternak sebagai
anggotanya, berupa pemasaran hasil produksinya juga melayani kebutuhan
konsentrat, obat-obatan, IB dan memberikan fasilitas penyaluran kredit.
Sedangkan industri pengolahan susu menerima susu dari koperasi untuk diolah
Industri Pengolahan Susu
(IPS)

Dalam menghadapi pasar bebas, usaha untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan tersebut perlu segera dilakukan dan dikaji secara komprehensif
tidak saja dari sisi peternak (on farm) dan kelembagaan pada sub sistem
lainnya (sub sistem off farm maupun sub sistem pendukung) tetapi juga dari
aspek kebijakan persusuan maupun UU Pokok Peternakan dan Kesehatan
Hewan Nomor 6/1967.
5.2. Kondisi Umum Teknis Usahaternak Sapi Perah
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap enam kabupaten yang
memiliki populasi sapi perah terbanyak di Propinsi Jawa Barat menunjukkan
bahwa sebagian besar peternak berada pada umur produktif (78,18 persen).
Artinya bahwa usahaternak sapi perah dikategorikan sebagai usaha pokok oleh
para peternak untuk menghidupi keluarganya. Hal tersebut dapat dilihat dari
pekerjaan pokok responden sebagai peternak sebesar 89,09 persen dan hanya
10,91 persen berprofesi di luar peterna/petani.
Dilihat dari sudut pengalaman beternak, sebagian besar peternak memiliki
pengalaman beternak antara 5 -20 tahun, yaitu sebesar 87,27 persen. Sedangkan
pengalaman beternak di bawah 5 tahun dan di atas 20 tahun sebesar 7,27 persen
dan 5,46 persen. Hal ini dapat membuktikan bahwa mereka telah beternak cukup
lama. Hasil pengamatan dan diskusi di lapangan, rata-rata peternak sudah mulai
menyadari akan pentingnya kualitas susu. Kualitas susu yang baik akan diberi
konpensasi berupa bonus oleh pihak KUD sehingga para peternak berupaya
meningkatkan produksi susunya agar berkualitas. Di samping itu, pihak KUD tidak
mentolelir berbagai upaya perkeliruan yang dilakukan oleh peternak terhadap
susunya karena berbagai alat uji kualitas susu, seperti milkana sudah dapat
diterapkan dengan baik sehingga para peternak tidak dapat melakukan lagi upaya
penyimpangan. Selain itu, jika terjadi upaya-upaya tersebut maka pihak koperasi
memberikan peringatan kepada peternak melalui ketua kelompoknya karena hal
itu dapat merusak kualitas susu secara kelompok.